Selasa, 15 Desember 2009

Mengenal Anak Hiperaktif dan Cara Mengatasinya

Oleh: Hajriana


Anak (keturunan) yang sempurna fisik dan psikis adalah dambaan setiap orang tua. Namun, tidak jarang kita jumpai anak-anak memiliki ketidaksempurnaan baik fisik maupun psikis. Hal ini sangat menghawatirkan bagi orang tua dan berupaya untuk mengurangi bahkan menyempurnakan agar anak mereka terlihat seperti anak-anak pada umumnya yang tumbuh normal.

Kita mungkin pernah mendengar istilah hiperaktif, hiperaktif ini merupakan salah satu gangguan psikis (tingkah laku) yang juga berpengaruh pada fisik anak. Dari salah satu sumber bahwa sekitar 4-5 % anak-anak usia sekolah memiliki perilaku hiperaktif. Tetapi kita seringkali tidak dapat membedakan secara konkrit antara anak yang memang memiliki kelebihan energi dan anak yang mengalami/ menderita hiperaktif, kitapun sering memberikan cap/ lebel seorang anak yang hiperaktif sebagai anak yang nakal, bandel, dan sulit diatasi, padahal kita belum tahu dan mengerti apa sebenarnya hiperaktif itu, bagaimana ciri-ciri anak hiperaktif, faktor apa saja yang menjadi penyebab hiperaktif, problem/ masalah apa yang dihadapi anak hiperaktif dalam kehidupannya sehari-hari, dan bagaimana kiat/cara mengatasinya?. Hal inilah yang akan dipaparkan secara rinci dalam tulisan ini. Adapun tujuan penulisan online research ini adalah memberikan pemahaman tentang anak hiperaktif dan kiat/ cara memberikan bimbingan, pengarahan dan membantu mengatasi masalah yang anak hadapi, baik dalam lingkungan keluarga, maupun di sekolah.

Pengertian Hiperaktif

Menurut salah satu sumber bahwa hiperaktif adalah aktivitas fisik yang berlebihan atau gerakan yang tidak bertujuan dan dengan kecepatan yang meningkat. Pengertian lain bahwa hiperaktif adalah istilah yang menggambarkan perilaku tidak tenang, anak yang sering mengganggu ketertiban baik di rumah maupun di sekolah. Hiperaktif juga populer dengan istilah Attention Deficit Hyperaktivity Disorder (ADHD), atau dengan terjemahan bahasa Indonesia “Gangguan Pemusatan Perhatian Dengan Hiperaktif” (GPPH). Victor Hartono Putra menjelaskan bahwa ADHD adalah gangguan tingkah laku yang disebabkan oleh disfungsi neurologis.

Jadi hiperaktif merupakan salah satu gangguan tingkah laku berupa aktivitas berlebihan, tidak terkontrol dan tidak terarah sehingga anak tidak dapat memusatkan perhatian.

Gejala/ Ciri-ciri Anak Hiperaktif

Sebelum mencap seorang anak hiperaktif, sebaiknya kita memahami gejala dan ciri-ciri yang tampak pada anak hiperaktif, agar kita mampu mendiagnosa dan mengatasi masalah anak hiperaktif.

Secara umum gejala fisik yang nampak pada anak hiperaktif adalah alergi shiner (lingkaran hitam di bawah mata) dan hidung tersumbat. Gejala yang lain misalnya infeksi telinga, gangguan tidur, alergi (seperti eksim, gatal-gatal, dan asma), gangguan pencernaan berupa diare atau sembelit, sakit kepala dan sakit pada bagian kaki di malam hari. Sedangkan dilihat dari sifat/ perilakunya, Dr. Mary Go Setiawani menggambarkan anak hiperaktif umumnya bersifat agresif, penuh semangat, tidak dapat tenang, sulit diajar, tidak tahan lama melakukan suatu aktivitas, sulit bergaul dengan teman sebaya, tidak mampu menyelesaikan tugas yang diberikan oleh guru dan juga sulit menaati orang tua dan guru.

Sementara itu, pendapat lain juga menggambarkan ciri-ciri yang tampak pada tingkah laku anak hiperaktif, antara lain:

1. Lack of concentration (kurang berkonsentrasi);
2. Unusually aggressive (sangat agresif), dapat dilihat pada tingkah laku anak saat bermain dengan teman sebayanya;
3. Unaware of physical danger (kurang menyadari bahaya fisik), sehingga memungkinkan fisik anak terancam bahaya;
4. Impulsive (impulsive), yaitu anak sering tidak mampu bersikap sabar, sehingga dapat mengatakan/ melakukan sesuatu tanpa berfikir;
5. Emotional and intellectual immaturity (Emosional dan intelektualnya tidak matang);
6. Forgetfull and/or clumsy (Pelupa/ kikuk);
7. Attention- seeking (mencari perhatian).

Dari sebuah tulisan (www.sehatgroup.web.id), bahwa gejala-gejala yang dapat dilihat pada anak hiperaktif, yaitu; 1) Inatensi yaitu pemusatan perhatian yang kurang; 2) Hiperaktif, yaitu perilaku anak yang tidak bias diam, banyak bicara dan menimbulkan suara berisik; 3) Impulsif, yaitu kesulitan anak untuk menunda respon. Dan untuk dapat diberikan diagnosis hiperaktif, gangguan di atas sudah menetap minimal 6 bulan dan terjadi sebelum anak berusia 7 tahun.

Faktor Penyebab Hiperaktif

Seorang anak menjadi hiperaktif disebabkan oleh berbagai faktor. Dari berbagai sumber kami menyimpulkan bahwa faktor-faktor tersebut, antara lain:

1. Faktor neurologik
Yaitu disebabkan oleh; a) Insiden hiperaktif yang lebih tinggi didapatkan pada bayi yang lahir dengan masalah-masalah prenatal, seperti lamanya proses persalinan, distress fetal, persalinan dengan cara ekstraksi forcep, toksamia gravidarum atau ekslamsia dibandingkan dengan kehamilan dan persalinan normal. Disamping itu, faktor seperti bayi yang lahir dengan berat badan rendah, ibu yang terlalu muda, ibu yang merokok dan minum alkohol, serta kandungan yang terkena sinar X; b) Terjadinya perkembangan otak yang lambat. Factor etiologi dalam bidang neuoralogi yang sampai kini banyak dianut adalah terjadinya disfungsi pada salah satu neurotransmitter di otak yang berupa depamin (depamin adalah zat yang memelihara proses konsentrasi); c) Beberapa studi menunjukkan terjadinya gangguan perfusi darah di daerah tertentu pada anak hiperaktif, yaitu di daerah striatum, orbital-prefrontal, orbital-limbik otak, khususnya sebelah kanan.

2. Faktor toksik
Beberapa zat makanan yang mengandung bahan kimia dan suplai makanan yang menyebabkan alergi pada anak dapat mempengaruhi fungsi otak anak, sehingga berdampak pada penginderaan, perasaan, dan tindakan. Makanan- makanan tersebut antara lain; a) Makanan yang mengandung kafein, seperti coca cola; b) Makanan yang mengandung gula, seperti chocolate chip cookies, kue jello, kool-aid, es krim stoberi atau coklat batangan; c) Bahan makanan yang mengandung pewarna makanan, mono natrium glutamat, bahan-bahan aromatik, salisilat, dan bahan pengawet lainnya; d) Suplay makanan yang menyebabkan alergi seperti susu, gandum, telur, kedelai, daging sapi, daging babi, daging ayam dan jagung.

3. Faktor genetik
Didapatkan korelasi yang tinggi dari kasus hiperaktif yang terjadi pada keluarga dengan anak hiperaktif, kurang lebih dari 25-35 % dari orang tua dan saudara yang masa kecilnya hiperaktif akan menurun pada anak.

4. Faktor psikososial dan lingkungan

Lingkungan keluarga yang tidak mendukung perkembangan sosial anak juga menjadi penyebab anak hiperaktif, seperti suasana rumah yang tidak hangat, perilakunya akan sesuai dengan apa yang dipelajari di rumah. Selain itu, tayangan televisi juga akan menyebabkan rentang perhatian anak menjadi pendek karena televisi menyediakan tayangan informasi dan hiburan secara terpotong-potong, dan seringkali orang melakukan sesuatu yang lain saat menonton televisi.

Problem Anak Hiperaktif

Dari gejala/ ciri-ciri anak hiperaktif yang telah dipaparkan sebelumnya, maka anak hiperaktif akan menghadapi dan mengalami problem (masalah), masalah-masalah tersebut berupa masalah intelek, biologis, emosi dan moral. Masalah tersebut akan dihadapi dan dialami anak hiperaktif baik di rumah maupun di sekolah. Berdasarkan tempat dan situasi lingkungan anak hiperaktif tersebut, maka dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Problem di sekolah, antara lain; tidak mampu mengikuti pelajaran yang disampaikan oleh guru dengan baik; tidak dapat berkonsentrasi sehingga tidak dapat menyerap materi pelajaran secara keseluruhan, ingin cepat selesai bila mengerjakan tugas-tugas sekolah, kecendrungan berbicara tinggi akan mengganggu anak dan teman yang diajak berbicara sehingga guru menyangka bahwa anak tidak memperhatikan pelajaran, kesulitan membaca, menulis, bahasa, dan matematika.

2. Problem di rumah, antara lain; anak dipandang nakal dan tidak jarang mengalami penolakan dari keluarga dan teman-temannya, sehingga orang tua sering memperlakukan anak secara kurang hangat, orang tua banyak mengontrol anak, penuh pengawasan, banyak mengkritik, bahkan memberi hukuman, sehingga terjadi ketegangan antara keduanya, akhirnya anak dan orang tua menjadi stress dan situasi rumahpun menjadi kurang nyaman, anak menjadi lebih mudah frustasi.

Dengan berbagai masalah yang dihadapi anak tersebut menyebabkan kegagalan bersosialisasi dimana-mana, sehingga menumbuhkan konsep diri yang negatif, maka akan merasa bahwa dirinya buruk, selalu gagal, tidak mampu dan ditolak.

Kiat/ Cara Mengatasi Anak Hiperaktif

Sudah semestinya anak hiperaktif mendapat perhatian lebih dibanding anak-anak yang normal. Ada beberapa hal yang dapat dilakukan oleh orang tua dan guru untuk membantu anak memecahkan masalah atau mengurangi gangguan pada anak hiperaktif.

1. Bagi orang tua dan keluarga

Dalam tulisan yang bersumber dari CyberNews Suara Merdeka menawarkan resep yang dapat dilakukan oleh orang tua dan keluarga anak hiperaktif, yaitu:
a. Periksalah. Dengan cara mengonsultasikan persoalan yang diderita anaknya kepada ahli terapi psikologi anak.
b. Pahamilah. Anda dan keluarga dapat mengikuti support group dan parenting skill-training.
c. Latih kefokusannya. Jangan tekan dia, terima keadaannya itu, perlakukan anak dengan hangat dan sabar, tetapi konsisten dan tegas dalam menerapkan norma dan tugas.
d. Telatenlah. Jika dia telah betah untuk duduk lebih lama, bimbinglah anak untuk melatih koordinasi mata dan tangan dengan cara menghubungkan titik-titik yang membentuk angka atau huruf, anak bias diberi latihan menggambar bentuk sederhana dan mewarnai. Bias pula mulai diberikan latihan berhitung dari berbagai variasi penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian. Mulailah dengan penjumlahan atau pengurangan dengan angka-angka di bawah 10, setelah itu baru perkenalkan konsep angka 0 dengan benar.
e. Bangkitkan kepercayaan dirinya. Gunakan teknik- teknik pengelolaan perilaku, seperti menggunakan penguat positif misalnya memberikan pujian, memberikan disiplin yang konsisten dan selalu memonitor perilaku anak. Anak juga bias melakukan pengelolaan perilakunya sendiri dengan bimbingan orang tua.
f. Kenali arah minatnya. Kenali bakat atau kecendrungan perhatiannya sejak dini.
g. Minta dia bicara. Bantu anak bersosialisasi, misalnya melakukan aktivitas bersama, sehingga anda bias mengajarkan anak bagaimana bersosialisasi dengan teman dan lingkungan.
h. Siap bahu membahu. Bantulah anak mewujudkan apa yang dia inginkan, bekerja samalah dengan guru di sekolah agar memahami kondisi anak yang sebenarnya.

Menurut Dr. Mary Go Setiawani (2000: 137-141), cara mengatasi masalah anak hiperaktif, yaitu dengan; penggunaan obat, pengaturan makanan, hindari pemanjaan, menciptakan lingkungan yang tenang, memilih acara TV dengan hati- hati, gunakan tenaga ekstra dengan tepat, membimbing dalam kebenaran.

Berkaitan dengan pengaturan makanan, dalam tulisan lain memberikan beberapa pertimbangan yang dapat diperhatikan oleh orang tua, yaitu meminimalisir pemberian makanan yang mengandung zat aditif, memilih makanan pokok yang bergizi, dan tidak menyebabkan alergi, menjamin kecukupan nutrisi, serta memantau asupan makanan anak.

Yulia Permata Sari menawarkan beberapa pilihan makanan yang sebaiknya diberikan pada anak hiperaktif, yaitu:

a. Potongan sayur, seperti wortel, batang seledri, brokoli dan kembang kol yang disajikan bersama salad dressing rendah lemak atau saus salsa.
b. Yogurt rendah lemak atau keju rendah lemak tanpa perasa/ pemanis, disajikan dengan tambahan buah yang dihaluskan/ jus.
c. Kacang- kacangan atau biji-bijian seperti almond, kacang mende, kenari, kacang tanah, kuaci biji bunga matahari atau labu dan lain-lain.
d. Semangkuk buah-buahan segar/ beku/ dikeringkan.
e. Whole grain cracker, dengan peanut butter atau almond nut butter
f. Sereal sehat yang disajikan kering, bias juga ditambahi susu skim/ lemak. Pastikan anda memberikan sedikitnya 3 gram serat persajian.




2. Bagi Guru

Di lingkungan sekolah, guru yang memiliki tanggung jawab dalam membimbing/ mengarahkan anak yang hiperaktif (penderita ADD/ ADHD). Menurut Ron Kurtus strategi yang dapat dilakukan oleh guru, antara lain:

a. Mengelola kelas, dengan karakteristik; membuat rancangan dan struktur kegiatan kelas, pemberian tugas yang memerlukan waktu yang tidak lama, instruksi guru yang dapat melatih rasio siswa dan bersifat individual, kurikulum pembelajaran yang menarik, menggunakan reinforsemen yang positif.
b. Sikap guru yaitu; membantu siswa memiliki harapan akademik yang baik, sering memantau dan memeriksa pekerjaan siswa, penuh kesabaran, kehangatan, dan humoris, konsisten dan tegas, pengetahuan tentang perilaku anak yang berbeda, bekerja sama dengan guru yang memiliki keahlian khusus tentang anak hiperaktif.
c. Guru membantu siswa melakukan self monitoring atau pemantauan perilaku diri sendiri, karena biasanya siswa menyadari bahwa mereka memiliki masalah dan ingin memperbaikinya. Guru dapat melakukan metode dengan menggunakan audio seperti bip-acak, tekniknya bias dengan memberikan rewards dan akurasi pemeriksaan.


Simpulan

Hiperaktif merupakan suatu gangguan pada fungsi otak, sehingga berpengaruh pada perilaku (psikis) dan fisik anak. Hal ini dapat didiagnosa melalui gejala dan ciri-ciri fisik maupun perilaku anak. Anak hiperaktif akan mengalami problem baik dalam lingkungan keluarga maupun di lingkungan sekolah, sehingga melahirkan konsep diri yang buruk dan mengancam kehidupan masa depan anak.

Dengan demikian terdapat kiat-kiat khusus yang dapat dilakukan orang tua dan anggota keluarga di rumah dan oleh guru di sekolah dalam memberikan perhatian, kasih saying, bimbingan, dan suasana lingkungan yang terbaik bagi anak hiperaktif. Dengan demikian, diharapkan anak hiperaktif bias diatasi sejak dini dan dapat tumbuh layaknya anak yang normal bahkan lebih jenius dan luar biasa.


Daftar Rujukan

1. Judul : Mengarahkan Anak Hiperaktif
Alamat : http://www.info.balitacerdas.com/mod.php?=publisher
&op=viewarticles&artid=16
Penulis : - (Sumber: CyberNews Suara Merdeka)

2. Judul : Tips Mengatasi Anak Hiperaktif
Alamat : http://www.mediaindonesia.com/mediaperempuan/index.php
/read/2009/07/12/1852/7/Tip-Mengatasi-Anak-Hiperaktif
Penulis : Yulia Permata Sari

3. Judul : Pengertian Tentang anak Hiperaktif
Alamat : http://www.pepaksabda.org/pustaka/030291/
Penulis : - (Sumber: Buku “Menerobos Dunia Anak”, Dr. Mary Go Setiawani Yayasan Kalam Hidup, Bandung, 2000, hal. 137-141)
4. Judul : Perancangan Buku Panduan Berbasis Komunikasi Visual Untuk
Pendampingan anak Penderita hiperaktif
Alamat : http//www.dewey.petra.ac.id/dgt_res_detail.php?
mode=extended&knokat=10619
Penulis : Victor Hartono Putra

5. Judul : Mengenal dan Membimbing Anak Hiperaktif
Alamat : http://www.e-smartschool.com/uot/001/UOTc010049.asp
Penulis : - (Sumber: www.sehatgroup.web.id)

6. Judul : Hyperactivity
Alamat : http://www.athealth.com/consumer/disorders/Hyperactivity.html
Penulis : -

7. Judul : Hyperactivity/ ADHD
Alamat : http://www.nutramed.com/children/hyperactivity.htm
Penulis : -

8. Judul : Teaching For Hyperactive Children
Alamat : http://www.school-for-champions.com/education/hyperactive.htm
Penulis : Ron Kurtus

9. Judul : Is Your Children Hyperactive?
Alamat : http://www.ivillage.co.uk/parenting/school/behavsch/articles/o,,186583
-589415,00.html
Penulis : -

Senin, 14 Desember 2009

THEORY OF ORGANISATION OF LEARNING SITUATION ( TEORI TENTANG PENGORGANISASIAN SITUASI PEMBELAJARAN)

Oleh: Abdul Wahid, Hajriana, Masita, Siti Maulidah, Siti Rahmah



A. Pendahuluan

Pendidikan nasional akan berhasil mencapai tujuan pendidikan jika didukung oleh pelaksanaan pendidikan di lembaga pendidikan. Keberhasilan pelaksanaan pendidikan di sekolahpun didukung oleh komponen- komponen pendidikan yang saling terkait dan terpadu dalam kerja sama yang sistemik.
Salah satu komponen yang memiliki peran penting dalam proses pembelajaran adalah guru (pendidik). Peran guru dalam pembelajaran adalah memberikan bimbingan dan pelayanan pendidikan kepada siswa, baik bimbingan pengetahuan (transfer ilmu pengetahuan dan budaya), maupun bimbingan kepribadian (transfer nilai). Dengan demikian, guru bertanggung jawab menciptakan situasi/suasana yang memungkinkan terjadinya proses pembelajaran yang kondusif.
Kemampuan guru dalam mengorganisasikan situasi pembelajaran sering menjadi permasalahan, tidak jarang guru yang belum mampu mengelola situasi pembelajaran yang kondusif. Terkadang guru tidak mampu mempertahankan kondusifitas situasi pembelajaran yang awalnya sudah baik, namun di tengah pembelajaran perhatian siswa menjadi berkurang, siswa mulai melakukan aktifitas yang tidak sesuai dengan desain pembelajaran, dan lain sebagainya.
Dalam pengorganisasian situasi pembelajaran, guru juga perlu memahami konsep dan teknik pengelolaan kelas yang baik. Karena ruang kelas merupakan salah satu lingkungan pendidikan yang paling dekat dan paling sering dimanfaatkan siswa sebagai tempat belajar, di samping lingkungan belajar di sekolah dan lingkungan masyarakat.
Banyak hal penting yang perlu diperhatikan oleh guru untuk mengorganisasikan situasi pembelajaran. Diantaranya konsep belajar mengajar yang efektif dan efesien, konsep pengorganisasian situasi pembelajaran, termasuk pengelolaan kelas.
Dalam tulisan ini, akan dipaparkan tentang bagaimana konsep belajar mengajar, dan pengorganisasian situasi pembelajaran. Tujuan penulisan makalah ini, yaitu untuk mengulas kembali tentang konsep belajar mengajar dan pengorganisasian situasi pembelajaran, sehingga guru mampu menciptakan situasi pembelajaran yang kondusif yang memungkinkan terciptanya proses pembelajaran yang efektif dan efesien.

B. Pembahasan

1. Teori belajar mengajar
Dalam pembelajaran terjadi proses belajar dan mengajar yang melibatkan guru dan siswa yang saling berinteraksi. Keduanya merupakan subjek pembelajaran yang saling memberi, mengisi, dan memotivasi sehingga tercipta pengalaman belajar bagi siswa dan guru.
a. Teori belajar
Belajar merupakan kegiatan pokok dalam proses pendidikan di sekolah, pencapaian tujuan pendidikan tergantung pada proses belajar yang dialami oleh siswa. Menurut Slameto (2003: 2), belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.
Adapun ciri-ciri perubahan tingkah laku dalam pengertian di atas, yaitu; perubahan terjadi secara sadar, bersifat kontinu dan fungsional, siswa bersifat positif dan aktif, bukan bersifat sementara, bertujuan atau terarah, dan mencakup seluruh aspek tingkah laku. (Slameto, 2003: 3-4).
Sedangkan jenis-jenis belajar menurut Slameto (2003: 5-8), yakni; belajar bagian (part learning, practioned learning), belajar dengan wawasan (learning by insight), belajar diskriminatif (discriminatif learning), belajar global/keseluruhan (Global whole learning), belajar incidental (incidental learning), belajar instrumental (instrumental learning), belajar intensional (intentional learning), belajar laten (latent learning), belajar mental (mental learning), belajar produktif (productive learning), belajar verbal (verbal learning).
Teori-teori belajar banyak dikemukakan oleh para pakar pendidikan, di antaranya teori Gestalt, teori J. Bruner, teori Piaget, dan teori R. Gagne. Namun secara umum, Slameto (2003: 27-28) memberikan gambaran susunan prinsip-prinsip belajar yang dapat diterapkan dalam situasi dan kondisi yang berbeda, dan oleh setiap siswa secara individual. Prinsip-prinsip belajar tersebut sebagai berikut:
1) Berdasarkan prasyarat yang diperlukan untuk belajar, yakni:
a) dalam belajar setiap siswa harus diusahakan partisipasi aktif, meningkatkan minat dan membimbing untuk mencapai tujuan instruksional;
b) belajar harus dapat menimbulkan reinforcement dan motivasi yang kuat pada siswa untuk mencapai tujuan instruksional;
c) belajar perlu lingkungan yang menantang dimana anak dapat mengembangkan kemampuannya bereksplorasi dan belajar dengan efektif;
d) belajar perlu ada interaksi siswa dengan lingkungannya.
2) Sesuai hakikat belajar, yakni;
a) belajar itu proses kontinyu, maka harus tahap demi tahap menurut perkembangannya;
b) belajar adalah proses organisasi, adaptasi, eksplorasi dan discovery;
c) belajar adalah proses kontinguitas (hubungan antara pengertian yang satu dengan pengertian yang lain) sehingga mendapatkan pengertian yang diharapkan.stimulus yang diberikan menimbulkan response yang diharapkan.
3) Sesuai materi/bahan yang harus dipelajari, yakni;
a) belajar bersifat keseluruhan dan materi itu harus memiliki struktur, penyajian yang sederhana, sehingga siswa mudah menangkap pengertiannya;
b) belajar harus dapat mengembangkan kemampuan tertentu sesuai dengan tujuan instruksional yang harus dicapainya.
4) Syarat keberhasilan belajar, yakni;
a) belajar memerlukan sarana yang cukup, sehingga siswa dapat belajar dengan tenang;
b) repetisi, dalam proses belajar perlu ulangan berkali-kali agar pengertian/keterampilan/sikap itu mendalam pada siswa.

b. Teori mengajar
Mengajar merupakan salah satu kegiatan dalam proses pembelajaran. Menurut J. Mursell dan S. Nasution (2006: 8-9) bahwa mengajar adalah mengorganisasikan hal-hal yang berhubungan dengan belajar dapat dilihat pada segala macam situasi mengajar, yang baik maupun yang buruk. Selain itu, mengajar juga dapat dipandang sebagai menciptakan situasi dimana diharapkan anak-anak akan belajar dengan efektif. Dapat pula mengajar dipandang sebagai menyusun sejumlah kegiatan-kegiatan dalam hidup sekelompok manusia yang belajar.
Slameto (2003: h. 35-39), menjelaskan bahwa ada beberapa prinsip mengajar yang perlu diperhatikan oleh seorang guru. Ada dua pendapat tentang prinsip- prinsip mengajar yang akan diuraikan sebagai berikut:
Pedapat yang pertama menyebutkan sepuluh prinsip mengajar, sebagai berikut:
1) Perhatian. Di dalam mengajar guru harus dapat membangkitkan perhatian siswa kepada pelajaran yang diberikan oleh guru.
2) Aktivitas. Dalam proses belajar mengajar, guru perlu menimbulkan aktivitas siswa dalam berfikir maupun berbuat.
3) Appersepsi. Setiap guru dalam mengajar perlu menghubungkan pelajaran yang akan diberikan dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa, ataupun pengalamannya.
4) Peragaan. Waktu guru mengajar di depan kelas, harus berusaha menunjukkan benda-benda yang asli. Bila mengalami kesukaran boleh menunjukkan model, gambar, benda tiruan, atau menggunakan media lainnya seperti radio, tape recorder, TV dan lain sebagainya.
5) Repetisi. Bila guru menjelaskan sesuatu unit pelajaran, itu perlu diulang-ulang.
6) Korelasi. Guru dalam mengajar wajib memperrhatikan dan memikirkan hubungan antar setiap mata pelajaran.
7) Konsentrasi. Hubungan antar mata pelajaran dapat diperluas, mungkin dapat dipusatkan kepada salah satu pusat minat, sehingga siswa memperoleh pengetahuan secara luas dan mendalam.
8) Sosialisasi. Dalam perkembangannya siswa perlu bergaul dengan teman lainnya.
9) Individualisasi. Guru harus menyelidiki dan mendalami perbedaan siswa (secara individual), agar dapat melayani pendidikan yang sesuai dengan perbedaannya itu.
10) Evaluasi. Guru harus memiliki pengertian evaluasi, mendalami tujuan dan kegunaan evaluasi, mengenal fungsi evaluasi dan macam-macam bentuk dan prosedur penilaian.

Pendapat yang kedua dikemukakan oleh Mursel, bahwa terdapat enam prinsip mengajar yang perlu diperhatikan oleh seorang guru, sebagai berikut:
1) Konteks. Dalam belajar sebagian besar tergantung pada konteks belajar itu sendiri. Situasi problematik yang mencakup tugas untuk belajar hendaknya dinyatakan dalam kerangka konteks, yang dianggap penting dan memaksa bagi pelajar dan yang melibatkan dia menjadi peserta yang aktif, justru karena tujuannya sendiri.
2) Fokus. Dalam proses belajar perlu diorganisasikan bahan yang penting artinya belajar yang penuh makna dan efektif harus diorganisasikan di suatu fokus .
3) Sosialisasi. Dalam proses belajar siswa melatih bekerja sama dalam kelompok berdiskusi.
4) Individualisasi. Dalam mengorganisasi belajar mengajar, guru memperhatikan taraf kesanggupan siswa dan merangsangnya untuk menentukan bagi dirinya sendiri apa yang dapat dilakukan sebaik-baiknya.
5) Sequence. Belajar sebagai gejala tersendiri dan hendaknya diorganisasikannya dengan tepat berdasarkan prinsip konteks, fokalisasi, sosialisasi dan individualisasi.
6) Evaluasi. Dilaksanakan untuk meneliti hasil dan proses belajar siswa untuk mengetahui kesulitan-kesulitan yang mlekat pada proses belajar itu.

Dari dua pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa guru dalam melaksanakan tugas mengajar perlu memperhatikan prinsip yang berkaitan dengan pengembangan individu dan sosial siswa, mengorganisasi dan menciptakan situasi pembelajaran yang menarik perhatian siswa, sesuai dengan konteks, dan terdapat korelasi antar mata pelajaran, serta memperhatikan teknik pembelajaran dengan melakukan proses repetisi (pengulangan) dan memusatkan perhatian siswa (fokus) pada satu materi atau pusat minat.

2. Pengorganisasian situasi pembelajaran
Pembelajaran merupakan kegiatan yang di dalamnya terjadi proses belajar dan mengajar yang melibatkan guru, siswa, dan sumber belajar lainnya. Menurut Sudarsono Sudirdjo dan Eveline Siregar dalam tulisannya yang berjudul “Media Belajar Sebagai Pilihan dalam Strategi Pembelajaran” (Dewi Salma Prawiradilaga dan Eveline Siregar, 2007: 4) bahwa pembelajaran adalah upaya menciptakan kondisi dengan sengaja agar tujuan pembelajaran dapat dipermudah (facilated) pencapaiannya.
Dari pengertian di atas, dapat dipahami bahwa salah satu tugas guru dalam proses pembelajaran adalah mengorganisasikan situasi pembelajaran. Hal ini juga dikemukakan Hamzah B. Uno dalam Martinis Yamin dan Maisah (2009: 135) bahwa salah satu dari tiga strategi yang perlu diperhatikan oleh guru dalam pembelajaran adalah pengorganisasian pembelajaran. Untuk itulah guru dapat disebut sebagai organisator pembelajaran.
Berkaitan dengan tugas guru sebagai organisator situasi pembelajaran, Slameto (2003: 74-76) mengemukakan bahwa dalam pembelajaran, ada dua kondisi (situasi) yang perlu diperhatikan oleh seorang guru, yaitu:
a. Kondisi internal, yaitu kondisi (situasi) yang ada di dalam diri siswa itu sendiri, misalnya kesehatannya, kemanannya, ketentramannya, dan sebagainya. Menurut Maslow, ada tujuh (7) kebutuhan primer manusia yang harus dipenuhi, yaitu; 1) kebutuhan fisiologis, 2) kebutuhan akan keamanan, 3) kebutuhan akan kebersamaan dan cinta, 4) kebutuhan akan status, 5) kebutuhan self-actualisation, 6) kebutuhan untuk mengetahui dan mengerti, 7) kebutuhan estetik (kebutuhan akan keteraturan, keseimbangan, dan kelengkapan dari suatu tindakan).
b. Kondisi eksternal, yaitu kondisi (situasi) yang ada di luar diri pribadi manusia, umpamanya kebersihan rumah, penerangan, serta keadaan lingkungan fisik yang lain.

Kedua kondisi (situasi) inilah yang harus diperhatikan dan diorganisasikan guru dalam proses pembelajaran, agar pembelajaran menjadi bermakna, memberikan pengalaman belajar bagi siswa dengan suasana pembelajaran yang menyenangkan serta sesuai dengan kebutuhan dan motivasi siswa.
Proses pengorganisasian situasi pembelajaran tidak terlepas dari tugas guru dalam menciptakan situasi kelas untuk belajar dan membimbing siswa untuk saling belajar membelajarkan serta membawa dampak lahirnya masukan bagi guru. Hal tersebut dapat diwujudkan dengan pengelolaan kelas yang baik, karena di kelaslah akan terjadi proses organisasi pembelajaran.
Pupuh Fathurrahman dan M. Sobry Sutikno (2007: 105) mengemukakan bahwa pengelolaan kelas merupakan suatu kegiatan yang mewujudkan sistem perencanaan pengajaran dalam setting pembelajaran nyata, dengan evaluasi yang terkontrol secara sistematik dan memberi timbal balik secara langsung. Menurutnya cirri-ciri pengelolaan kelas yakni terjadinya intensitas interaksi antara guru-murid, murid-guru, murid-murid, murid dengan dirinya sendiri, guru dengan jati diri profesinya dan murid-guru dengan komponen belajar lainnya.
Melalui proses pengelolaan kelas, maka akan tercipta kelas dengan karakter sebagai berikut:
a. Speed, artinya anak dapat belajar dalam percepatan proses dan progress, sehingga membutuhkan waktu yang relative singkat.
b. Simple, artinya organisasi kelas dan materi menjadi sederhana, mudah dicerna dan situasi kelas kondusif
c. Self-confidence, artinya anak dapat belajar dengan penuh rasa percaya diri atau menganggap dirinya mampu mengikuti pelajaran dan belajar berprestasi.

Bobbi dePorter dkk. (Pupuh Fathurrahman dan M. Sobry Sutikno, 2007: 106-107) menawarkan beberapa modalitas dalam resep pengelolaan pembelajaran pembelajaran, antara lain:
a. Dari dunia mereka ke dunia kita
Prinsip menjembatani jurang antara siswa dan guru akan memudahkan guru membangun jalinan komunikasi yang baik, menyelesaikan bahan pelajaran lebih cepat, membuat hasil belajar lebih melekat dan memastikan terjadinya pengalihan pengetahuan.
b. Cermati Modalitas V-A-K
Visual modalitas mengakses cara visual yang diciptakan maupun diingatkan. CD Auditorial mengakses segala jenis bunyi dan kata yang diciptakan dan diingatkan. Dan Kinestetik mengakses segala jenis gerak dan emosi yang diciptakan dan diingatkan.
c. Model kesuksesan dari sudut pandang perancang
Guru selalu mengolah secara cermat rencana pengajaran untuk mempersiapkan siswa belajar dengan penuh kehangatan dan antusias.
d. Pertemukan kecerdasan berganda
Prestasi belajar merupakan harmoni dari berbagai kecerdasan, bukan satu kecerdasan, misalnya kecerdasan emosional (EQ), kecerdasan kreativitas (CQ), dan kecerdasan spiritual (SQ).



e. Penggunaan metafora, perumpamaan, dan sugesti
Metafora dapat menghidupkan konsep-konsep yang dapat terlupakan dan memunculkannya ke dalam otak secara mudah dan cepat dengan asosiasi. Sugesti memberi bayangan yang mudah diingat.

Sementara itu, keterampilan mengelola kelas sangat berkaitan dengan usaha guru untuk mempertahankan kondisi kelas dan mengembangkan iklim kelas. Thomas Gordon (Pupuh Fathurrahman dan M. Sobry Sutikno, 2007: 106-107) memberikan resep mempertahankan kondisi kelas yang baik, yakni; 1) Keterbukaan dan transparan, sehingga memungkinkan terjadinya keterusterangan dan kejujuran siswa dalam pembelajaran; 2) Penuh perhatian, sehingga setiap pihak mengetahui bahwa dirinya dihargai oleh pihak lain; 3) Saling ketergantungan; 4) Keterpisahan, untuk membuka kemungkinan tumbuhnya keunikan, kreativitas dan individualitas masing-masing; 5) Pemenuhan kebutuhan bersama sehingga tidak ada pihak yang merasa dikorbankan untuk memenuhi kepentingan pihak lain.
Jadi pada dasarnya, pengelolaan kelas merupakan upaya penciptaan situasi dan kondisi kelas yang memungkinkan terjadinya proses pembelajaran yang optimal, sehingga mencapai tujuan pembelajaran yang efektif dan efesien.

3. Penataan ruang kelas untuk penciptaan situasi pembelajaran yang kondusif dan menyenangkan
Lingkungan belajar yang kondusif dan menyenangkan akan mendukung keberhasilan proses pembelajaran. Menurut Dhority yang dikutip oleh Bobbi dePorter dkk. (Pupuh Fathurrahman dan M. Sobry Sutikno, 2007: 109) melalui hasil penelitiannya menyebutkan bahwa lingkungan yang ditata secara bagus untuk mendukung belajar harus dilakukan. Ia berkata “Belajar itu segar, hidup penuh semangat atau datang dan jelajahi”.
Hal-hal penting untuk diperhatikan dalam penataan ruang kelas antara lain:
a. Bangku dan meja belajar
b. Pas bunga
c. Hiasan dinding (gambar, jam dinding, mading kelas)
d. Musik
e. Rak buku
Selain dari lingkungan kelas di atas, pengelolaan pembelajaran juga mencakup pengelolaan lingkungan belajar (latar) di luar kelas, seperti pemanfaatan halaman sekolah, kantin sekolah, taman, mushallah/masjid sekolah, dan sebagainya, kemudian pemanfaatan lingkungan masyarakat sebagai sumber belajar, misalnya kebun binatang dan tempat umum lainnya.

C. Penutup
Keberhasilan proses pembelajaran tergantung pada peran seorang guru dalam menciptakan situasi yang memungkinkan siswa dapat belajar dengan efektif. Situasi pembelajaran dapat diorganisasikan dengan memahami dan menerapkan teori-teori belajar dan mengajar, serta memahami konsep dan teknik mengelola kelas yang kondusif dan menyenangkan.


DAFTAR PUSTAKA

Fathurrahman, Pupuh dan Sobry Sutikno. 2007. Strategi Belajar Mengajar; Melalui Penanaman Konsep Umum dan Konsep Islami. Bandung: PT. Refika Aditama

Mursell, J. dan S. Nasution. 2006. Mengajar dengan Sukses (Successful Teaching). Jakarta: Bumi Aksara

Prawiradilaga, Dewi Salma dan Eveline Siregar. 2007. Mozaik Teknologi Pendidikan. Jakarta: Kencana

Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: PT. Rineka Cipta

Yamin, Martinis dan Maisah. 2009. Manajemen Pembelajaran Kelas; Strategi Meningkatkan Mutu Pembelajaran. Jakarta: Gaung Persada


LANDASAN TEORI DAN TEKNOLOGI MANAJEMEN

A. PENDAHULUAN
Teknologi pendidikan merupakan konsep yang kompleks, yang dapat dikaji dari berbagai sisi. Pada awal perkembangannya, teknologi pendidikan selalu dikaitkan dengan peralatan audio visual, kemudian berkembang ke paradigma yang mengkaji dari pendekatan system dan teori komunikasi dalam kegiatan pendidikan, selanjutnya berkembang paradigma dengan pendekatan manajemen proses instruksional, yang kemudian berkembag paradigma dengan pendekatan ilmu perilaku yang terfokus pada diri peserta didik. Pada paradigma baru yang berkembang, teknologi pendidikan yang merupakan perkembangan internal untuk lebih menegaskan identitas teknologi pendidikan, yang memfokuskan pada pemecahan masalah belajaryang bertujuan, terarah, dan terkendali.
Seiring dengan perubahan paradigma inilah, maka secara operasional teknologi pendidikan dipandang sebagai proses yang bersistem dalam membantu memecahkan masalah belajar manusia, baik di tingkatan makro maupun di tingkatan mikro (pembelajaran di dalam kelas).
Adapun cara pemecahan masalah pendidikan dan pembelajaran yaitu: 1) memadukan berbagai macam pendekatan dari bidang ekonomi, manajemen, psikologi, rekayasa dan lain-lain secara bersistem; 2) memecahkan masalah belajar pada manusia secara menyeluruh dan serempak, dengan memperhatikan dan mengkaji semua kondisi dan saling keterkaitan di antaranya; 3) menggunakan teknologi sebagai proses dan produk untuk membantu memecahkan masalah belajar; 4) timbulnya daya lipat atau efek sinergi, dimana penggabungan pendekatan dan atau unsur-unsur mempunyai nilai lebih dari sekedar penjumlahan. (Miarso dalam Bambang Warsita, 2008: 58).
Pelaksanaan sistem pendidikan tidak akan mampu mencapai tujuan pendidikan tanpa adanya pengelolaan/ manajemen yang profesional. Begitupun dalam proses pembelajaran di dalam kelas akan berhasil, jika seorang pendidik mampu merancang strategi pembelajaran yang efektif, mampu mengelola sistem pembelajaran, dan mengevaluasi proses pembelajaran. Untuk itu, tenaga pendidik dan kependidikan perlu memahami teori manajemen dan kontribusinya dalam pembelajaran, serta aplikasi atau penerapan teori manajemen tersebut dalam pemecahan masalah pembelajaran.
Namun, tidak jarang kita temui, seorang pendidik yang tidak mampu mengelola kelas secara efektif dan efesien, misalnya melakukan pembelajaran tanpa membuat rancangan pembelajaran terlebi dahulu dan ada pula pendidik yang belum memahami teknik evaluasi pembelajaran yang efektif. Hal ini merupakan masalah yang perlu adanya solusi, misalnya dengan pemberian pemahaman pada pendidik tentang teknik manajemen pembelajaran.
Menganalisa penjelasan di atas, sebagai seorang pendidik maka sangat penting untuk dikaji tentang teori teknologi manajemen dan kontribusinya dalam teknologi pendidikan. Penulis mengangkat rumusan masalah yang akan dibahas yakni; bagaimana teori- teori manajemen?; bagaimana kontribusi teori manajemen dalam teknologi pendidikan?; dan bagaimana aplikasi/penerapan teknologi manajemen dalam pemecahan masalah pembelajaran?

B. Teori Manajemen
1. Pengertian Manajemen
Dari segi bahasa, kata “manajemen” berasal dari bahasa latin yaitu dari asal kata “manus” yang berarti tangan dan “agere” yang berarti melakukan. Kata- kata tersebut digabung menjadi kata kerja “managere” yang artinya menangani. Dalam bahasa Inggris “managere” dalam bentuk kata kerja yakni “to manage” dan kata benda management”, dan “manager” untuk orang yang melakukan kegiatan manajemen. Sementara itu, dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi “manajemen” atau “pengelolaaan” (Husaini Usman, 2006: 3 )
Menurut Chuck Williams (2001: 8), manajemen adalah bekerja melalui orang lain untuk menyelesaikan tugas-tugas yang membantu pencapaian sasaran organisasi seefisien mungkin.
Sementara itu, Nanang Fattah (2001: 1) mendefinisikan manajemen sebagai ilmu, kiat dan profesi. Manajemen dikatakan sebagai ilmu oleh Luther Gulick karena manajemen dipandang sebagai suatu biang pengetahuan yang sistematik berusaha memahami mengapa dan bagaimana orang bekerja sama. Dikatakan sebagai kita oleh Follet karena manajemen mencapai sasaran melalui cara-cara dengan mengatur orang lain menjalankan dalam tugas. Sedangkan dipandang sebagai profesi karena manajemen dilandasi oleh keahlian khusus untuk mencapai suatu prestasi manajer dan para profesional dituntun oleh suatu kode etik.
Berdasarkan paparan di atas, dapat penulis simpulkan bahwa manajemen merupakan suatu ilmu dan cara menggerakkan orang-orang untuk menjalin kerja sama dalam menjalankan tugas masing-masing pada suatu organisasi, sehingga tujuan organisasi dapat tercapai seefektif dan seefisien mungkin. Dan orang yang memiliki ilmu dan keterampilan ini disebut sebagai manajer.
2. Falsafah Manajemen
Manajemen sebagai pengetahuan juga disusun dengan ciri-ciri spesifik mengenai apa (ontology), bagaimana (epistemology), dan untuk apa (aksiologi), ketiganya berkaitan satu sama lain (sistemik). Adapun falsafah manajemen pada hakikatnya menyediakan seperangkat pengetahuan (a body of related knowledge) untuk berfikir efektif dalam memecahkan masalah-masalah manajemen. (Nanang Fattah, 2001: 11)
Dasar falsafah manajemen dibagi dalam tiga jenis hakikat yaitu hakikat tujuan manajemen, hakikat manusia, dan hakikat kerja. Menurut Shrode dan Voich (1974) tujuan manajemen adalah produktivitas dan kepuasan. Untuk meningkatkan produktivitas tersebut, maka perlu diperhatikan perilaku manusia, sosial dan segala aspeknya.
Hakikat manusia menurut Nanang Fattah (2001: 18), adalah manusia memiliki tenaga dalam yang menggerakkan hidupnya untuk memenuhi kebutuhan, dalam diri manusia terdapat fungsi yang rasional, bertanggung jawab atas tingkah laku intelektual dan sosial, manusia juga mampu mengarahkan diri ke tujuan positif, mampu mengatur dan mengontrol diri dan menentukan nasibnya, manusia pada hakikatnya dalam proses berkembang dan tidak pernah selesai, manusia mampu melibatkan dirinya untuk kepentingan dirinya dan orang lain, manusia juga mempunyai potnsi yang perwujudannya sering tak terduga dan potensi itu terbatas. Sedangkan hakikat kerja merupakan kegiatan dalam melakukan sesuatu untuk memenuhi kebutuhan atas dorongan atau motivasi tertentu.
3. Teori dan Prinsip- Prinsip Manajemen
Menurut Nanang Fattah (2001: 11) teori manajemen mempunyai peran (role) atau membantu menjelaskan perilaku organisasi yang berkaitan dengan motivasi, produktivitas, dan kepuasan (satisfaction). Karakteristik teori manajemen secara garis besar dapat dinyatakan: a) mengacu pada pengalaman empirik, b) adanya keterkaitan antara satu teori dengan dengan teori yang lain, c) mengakui kemungkinan adanya penolakan.
Dalam perkembangan teori manajemen, dikenal tiga teori manajemen, yaitu; teori klasik, tori neo klasik, dan teori modern. (Nanang Fattah, 2001: 22-32).
a. Teori klasik, berasumsi bahwa para pekerja atau manusia itu sifatnya rasional, berfikir logik, dan kerja merupakan suatu yang diharapkan. Beberapa pelopor teori klasik antara lain; Frederik W Taylor (1956-1915) dengan teori manajemen ilmiah (scientific management), Henri Fayol (1916) dengan teori 5 pedoman manajemen, Gulick dan Urwick (1930) dengan teori akronim POSDCORB, dan Max Weber (1947) dengan teori birokrasinya.
b. Teori neo klasik, berasumsi bahwa manusia itu makhluk sosial dengan mengaktualisasikan dirinya. Pelopor teori neo klasik ini, antara lain; Elton Mayo dengan studi hubungan antar manusia (studi Hawthorne), Douglas McGregor, menyatakan bahwa manajemen akan mendapatkan manfaat besar bila ia menaruh perhatian pada kebutuhan sosial dan aktualisasi diri karyawan, Vromm (Filley, et al., 1976) dengan teori harapan (ekspektasi), McClelland dengan teori prestasinya, dan Porte dan Lawler (1968) dengan teori yang dibangun atas dasar teori ekspektasi.
c. Teori modern, pendekatan modern berdasarkan hal-hal yang sifatnya situasional, artinya orang menyesuaikan diri dengan situasi yang dihadapi dan mengambil keputusan sesuai dengan situasi dan kondisi lingkungan. Asumsinya bahwa orang itu berlainan dan berubah baik kebutuhannya, reaksinya, tindakannya yang semuanya bergantung pada lingkungan. Teori modern dengan pandangan sistem memandang organisasi itu terbuka (open system) dan kompleks. Tiga unsur pokok, yaitu analisis sistem, rancangan sistem, dan manajemen memberi petunjuk dalam mengoperasionalkan pendekatan sistem.
Menurut Nanang Fattah (2001: 12) prinsip-prinsip manajemen penting dalam menentukan cara/ metode kerja, pemilihan pekerja dan pengembangan keahliannya, pemilihan prosedur kerja, menentukan batas-batas tugas, mempersiapkan dan membuat spesifikasi tugas, melakukan pendidikan dan latihan, dan menentukan sistem dan besarnya imbalan. Semuanya dimaksudkan untuk meningkatkan efektivitas, esiensi, dan produktivitas kerja.
Adapun prinsip-prinsip manajemen tersebut banyak dikemukakan oleh para ahli, namun pada hakikatnya memiliki kesamaan. Fayol mengemukakan sejumlah prinsip, yaitu; pembagian kerja, kejelasan dalam wewenang dan tanggung jawab, disiplin, kesatuan komando, kesatuan arah, lebih memprioritaskan kepentingan umum/ organisasi dari pada kepentingan pribadi, pemberian kontra prestasi, sentralisasi, rantai skalar, tertib, pemerataan, stabilitas dalam menjabat, inisiatif, dan semangat kelompok.
Semua prinsip di atas dijadikan patokan dalam praktik manajerial yang memiliki orientasi tertentu. Berdasarkan orientasinya, dikenal 4 prinsip manajemen yaitu; manajemen berdasarkan sasaran, manajemen berdasarkan orang, manajemen berdasarkan struktur, dan manajemen berdasarkan informasi.
4. Peran dan Fungsi Manajemen dalam Pendidikan
Penyelenggaraan pendidikan yang bermutu dan merata, akan menghadapi tantangan yang semakin kompleks. Untuk itu, perlu adanya pengelolaan sistem pendidikan yang profesional. Disinilah peran manajemen dalam pelaksanaan sistem pendidikan.
Manajemen pendidikan merupakan suatu proses yang meupakan daur (siklus) penyelenggaraan pendidikan dimulai dari perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pelaksanaan, pemantauan, dan penilaian tentang usaha sekolah untuk mencapai tujuannya. (Hasbullah, 2006: 109)
Husaini Usman (2006: 10) mengemukakan bahwa substansi garapan manajemen pendidikan sebagai proses disebut juga sebagai fungsi manajemen, adalah; a) perencanaan; b) pengorganisasian; c) pengarahan (motivasi, kepemimpinan, pengambilan keputusan, komunikasi, koordinasi, dan negosiasi, serta pengembangan organisasi); d) pengendalian meliputi pemantauan (monitoring), penilaian dan pelaporan.
Adapun ruang lingkup fungsi manajemen pendidikan yaitu; manajemen peserta didik, tenaga pendidik dan kependidikan, keuangan, sarana dan prasarana, humas, dan manajemen layanan khusus.
Jadi pada hakikatnya, peran manajemen dalam pendidikan adalah sebagai pengelola sistem pendidikan untuk mewujudkan tujuan pendidikan. Sedangkan fungsi manajemen yang juga dipandang sebagai proses mencakup proses/fungsi perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengendalian (pengawasan dan evaluasi) terhadap pelaksanaan sistem pendidikan di lembaga pendidikan (sekolah).


C. Kontribusi Teori Manajemen dalam Teknologi Pendidikan
Dalam kajian teknologi pendidikan, teori manajemen mengalami proses perekembangan. Pada awalnya manajemen dipandang penting untuk mengawasi proses dan hasil pembelajaran di lingkungan sekolah. Pada tahun 1972, manajemen dipandang sebagai supervisi personel dan pengelolaan organisasi. Kemudian pada tahun 1977 manajemen dipandang sebagai proses pengembangan Instruksional dan sistem pembelajaran berbasis teknologi (AECT, 1977). Dan pada perkembangan tahun 1994, Seels dan Richey (1994) mendefinisikan “Management meanth planning, coordinating, organizing, and supervising resources, information, and delivery systems in the context of managing instructional design (ID) projects.” (Alan Januszewski dan Michael Molenda, 2008: 176)
Dari paparan di atas dapat disimpulkan bahwa manajemen dalam teknologi pendidikan adalah suatu proses pengelolaan desain instruksional (desain pembelajaran) yang mencakup proses perencanaan, koordinasi, organisasi dan supervisi sumber, informasi, dan sistem pembelajaran.
Adapun kontribusi teori manajemen dalam teknologi pendidikan dapat dilihat pada program manajemen dalam teknologi pendidikan antara lain; manajemen proyek, manajemen sumber, manajemen personal, dan manajemen program. (Alan Januszewski dan Michael Molenda, 2008: 183)
Adapun fungsi manajemen proyek dalam pendidikan adalah proses perencanaan, monitoring, dan pengendalian proyek desain dan pengembangan desain instruksional. Sedangkan fungsi manajemen sumber adalah perencanaan, pemantauan, dan pengendalian sistem pendukung dan pelayanan sumber (sumber mencakup personil keuangan, bahan baku, waktu, fasilitas, dan sumber pembelajaran). Fungsi manajemen personal adalah menyiapkan orang-orang yang ahli dalam pengelolaan berbagai sumber belajar. Sedangkan manajemen program berfungsi sebagai supervisi dan kontrol/pengawasan terhadap seluruh aktivitas manajemen sebelumnya, agar proses manajemen pengelolaan desain instruksional tersebut dapat berjalan efektif dan efisien.
Jadi dapat disimpulkan bahwa kontribusi teori manajemen dalam teknologi pendidikan adalah sebagai pengelola teknologi pendidikan, adapun proses manajemen tersebut berperan dalam konteks manajemen desain instruksional. Komponen desain instruksional yang menjadi objek manajemen adalah manajemen proyek desain, manajemen sumber/ media pembelajaran (mencakup teknologi cetak, teknologi audio visual, teknologi berbasis komputer, dan teknologi terpadu), dan manajemen sumber belajar yang mencakup pesan, orang, bahan, peralatan (fasilitas), teknik, dan latar (setting) yang mencakup lingkungan fisik dan nonfisik. Dan keseluruhan proses teknologi manajemen tersebut pada dasarnya memberikan kontribusi dalam memecahkan masalah-masalah pembelajaran, agar proses pembelajaran dapat mencapai tujuan pembelajaran secara efektif dan efisien.

D. Aplikasi Teknologi Manajemen dalam Pemecahan Masalah Pembelajaran
Pembelajaran merupakan proses interaksi pendidik dan pembelajar, di dalam interaksi tersebut akan terjadi proses transformasi pengetahuan, nilai, dan budaya. Namun proses pembelajaran tersebut tidak selalu berjalan sesuai harapan, tetapi akan timbul berbagai masalah.
Pendidik (guru) adalah seorang manajer dalam kelas, pendidiklah yang bertanggung jawab dalam melakukan proses pengelolaan baik pra pembelajaran, proses pembelajaran di dalam kelas hingga pasca pembelajaran, maka pendidiklah yang berusaha mencari solusi dalam memecahkan masalah-masalah pembelajaran yang timbul.
Penerapan manajemen Instruksional merupakan salah satu cara seorang pendidik mampu menemukan solusi terhadap masalah yang dihadapi. Penerapan manajemen dapat dilakukan dengan mengelola desain Instruksional yang efektif, yaitu dengan merumuskan tujuan yang yang berpusat pada pengembangan kognitif, afektif dan psikomotorik pembelajar, mengembangkan dan memanfaatkan media pembelajaran yang bervariatif dan efektif, mengembangkan strategi pembelajaran, dan memanfaatkan aneka sumber belajar, serta menyusun rancangan evaluasi yang efektif.
Disamping itu, manajemen juga dapat diterapkan dalam pelaksanaan pembelajaran di kelas dengan melakukan pengelolaan kelas, misalnya pengaturan tempat duduk, ventilasi, pengaturan penyimpanan barang-barang, menciptakan suasana sosio-emosional, dan menciptakan kondisi organisasional.
Dalam pengelolaan pembelajaran, teknologi manajemen dimanfaatkan dalam mengembangkan, merancang, dan melaksanakan strategi pembelajaran dengan pola sistem belajar mandiri dengan memanfaatkan belajar dengan bantuan komputer, belajar jarak jauh (distance learning), belajar melalui modul, belajar terbuka (open learning), dan pola-pola pembelajaran lainnya.

E. Penutup
Manajemen pada hakikatnya merupakan proses pelaksanaan suatu sistem, agar tercapai tujuan yang diharapkan. Dalam sistem pendidikan, teori manajemen dimanfaatkan sebagai proses pengelolaan sistem pendidikan yang mencakup manajemen personel, peserta didik, tenaga pendidik dan kependidikan, humas, sarana dan prasarana, dan layanan khusus.
Dalam teknologi pendidikan, teori manajemen memberikan kontribusi dalam pengelolaan desain instruksional, pelaksanaan pembelajaran, dan evaluasi terhadap pelaksanaan Instruksional/pembelajaran. Proses manajemen tersebut bertujuan untuk memecahkan masalah-masalah pembelajaran guna mewujudkan tujuan pembelajaran secara efektif dan efisien. Sedangkan penerapan teknologi manajemen dalam memecahkan masalah-masalah pembelajaran dapat dilihat dengan terciptanya seorang pendidik yang memiliki kemampuan manajerial dalam mengelola desain Instruksional, melaksanakan pembelajaran dengan memanfaatkan metode dan media yang variatif (berbasis teknologi), melakukan berbagai strategi dan pola pembelajaran yang merupakan hasil pengembangan teknologi pendidikan, dan pemanfaatan aneka sumber belajar, sehingga masalah-masalah pembelajaran dapat diatasi dan pembelajaran berjalan secara efektif dan efisien.


DAFTAR RUJUKAN
Fattah, Nanang. 2001. Landasan Manajemen Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya

Januszewski, Alan dan Michael Molenda. 2008. Educational Technology; A definition With Commentary. New York: Taylor and Prancis Group LLC

Rohani, ahmad. 2004. Pengelolaan Pengajaran. Jakarta: Rineka Cipta

Seifert, Kelvin. 2007. Manajemen Pembelajaran dan Instruksi Pendidikan (Manajemen Mutu Psikologi Pendidikan Para Pendidik). Jogjakarta: Rineka Cipta

Usman, Husaini. 2006. Manajemen; Teori, Praktik, dan Riset Pendidikan. Jakarta: PT. Bumi Aksara

Warsita, Bambang. 2008. Teknologi Pembelajaran; landasan dan Aplikasinya. Jakarta: PT. Rineka Cipta

Williams, Chuck. 2001. Manajemen. Jakarta: Salemba Empat

Selasa, 08 Desember 2009

STRATEGI BELAJAR BERBASIS ANEKA SUMBER

A.Pendahuluan
Perkembangan pendidikan dewasa ini telah membawa angin segar bagi para guru, pemerintah telah menetapkan kriteria standar dalam unsur-unsur pendidikan, kebijakan pemerintah tentang sertifikasi dalam rangka pemenuhan standar guru memberikan dampak yang cukup signifikan, guru yang dinyatakan lulus dalam sertifikasi mendapat imbalan sebagai penghargaan atas kompetensinya. Kebijakan pemerintah tentang pendidikan dengan menetapkan 8 kriteria standar pendidikan juga berdampak pada perubahan kurikulum yang terakhir dibuat dengan kebijakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang berisi 2 bagian, bagian satu adalah batang tubuh yang terdiri dari latar belakang, identitas satuan pendidikan, struktur kurikulum dan muatan KTSP, Kalender pendidikan. Sedangkan bagian 2 adalah lampiran yang terdiri dari silabus dan RPP. Perubahan kurikulum ini memberi dampak pada penggunaan sumber belajar
Sumber belajar yang dulunya diseragamkan dengan kebijakan dari pusat saat ini diberikan keleluasaan kepada satuan pendidikan untuk menentukan sendiri yang dirumuskan dari awal waktu penyusunan kurikulum dengan memperhatikan kondisi dan potensi yang dimiliki oleh satuan pendidikan maupun lingkungan sekitar. perubahan tersebut juga diakibatkan karena ada perubahan pandangan tentang pelajar, dari teori botol kosong atau kertas bersih menjadi setiap anak sejak lahir sudah membawa potensi yang berbeda-beda.
Potensi berbeda yang dimiliki oleh anak dengan sistem belajar yang diterapkan di sekolah formal mempengaruhi suasana, proses dan hasil belajar. Bahkan kadang-kadang guru sering mengalami kendala dalam situasi seperti itu.
Untuk meningkatkan gairah siswa dalam belajar, siswa perlu diberi kesempatan untuk mencari data dari berbagai sumber agar dapat belajar dengan sebaik-baiknya. Dengan menggunakan berbagai media pengajaran siswa tidak hanya menggunakan alat pendengaran untuk mendapatkan pelajaran, tetapi dengan melalui pengadaan variasi tampilan dan alat indera lain yang digunakan diharapkan siswa akan semakin terpacu di dalam belajar. Di sinilah pentingnya media dalam pembelajaran.
Untuk menyalurkan pesan dalam proses pembelajaran dengan bantuan media akan mempermudah siswa untuk memahami, mengerti, serta mengingat materi yang disampaikan oleh guru. Namun demikian guru dituntut dapat memiliki, menciptakan, dan menggunakan media sesuai dengan tujuan, jenis materi, dan strategi yang digunakan.
B.Pengertian Strategi dan Sumber Belajar
1.Pengertian Strategi
Strategi belajar diartikan sebagai tingkah laku dan pemikiran yang dilakukan oleh siswa yang bertujuan untuk mempengaruhi hasil dari sebuah proses (Weinstein & Major 1986:315). Chamot (2004:14) mendefinisikan strategi belajar sebagai pikiran dan tindakan sadar yang dilakukan oleh siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran. Yang lain mengartikan strategi merupakan pola-pola umum kegiatan anak didik dalam perwujudan kegiatan belajar mengajar untuk mencapai tujuan yang telah digariskan (Syaiful & Aswan 2006:5)
Pada mulanya strategi belajar berasal dari ilmu pengetahuan kognitif, dengan asumsi dasar bahwa manusia memproses informasi dan belajar termasuk bentuk dari memproses informasi tersebut, strategi ini bisa digunakan dalam belajar dan mengajar apapun. Sehubungan dengan konteks belajar mengajar, Trone (1983) menjelaskan strategi belajar bahasa merupakan usaha untuk meningkatkan kompetensi linguistik dan sosiolinguistik bahasa sasaran.
2.Pengertian Sumber Belajar
Para ahli di bidang pendidikan memaparkan definisi sumber belajar, sebagai berikut:
Dalam pengertian yang sederhana, sumber belajar (learning resources) adalah guru dan bahan-bahan pelajaran/ bahan pengajaran baik buku-buku bacaan atau semacamnya. Namun pengertian sumber belajar sesungguhnya tidak sesempit atau sesederhana itu, bahwa segala daya yang dapat dipergunakan untuk kepentingan proses / aktifitas pengajaran baik secara langsung maupun tidak langsung, di luar diri peserta didik (lingkungan) yang melengkapi diri mereka pada saat pengajaran berlangsung disebut sebagai sumber belajar, jadi pengertian sumber belajar itu sangat luas. (Rohani 2004:161)
Sumber belajar menurut AECT , meliputi semua sumber yang dapat digunakan oleh pelajar baik secara terpisah maupun dalam bentuk gabungan, biasanya dalam situasi informasi, untuk memberikan fasilitas belajar. Sumber itu meliputi pesan, orang, bahan, peralatan, teknik dan tata tempat.
Sumber belajar dibedakan menjadi 2 jenis: a)sumber belajar yang direncanakan, yaitu semua sumber yang secara khusus telah dikembangkan sebagai komponen system instruksional untuk memberikan fasilitas belajar yang terarah dan bersifat formal dan b)sumber belajar karena dimanfaatkan, yaitu sumber-sumber yang tidak secara khusus didisain untuk keperluan pembelajaran namun dapat ditemukan, diaplikasikan dan digunakan untuk keperluan belajar.
Sudjana (1989), menuliskan bahwa pengertian Sumber Belajar bisa diartikan secara sempit dan secara luas. Pengertian secara sempit diarahakan pada bahan-bahan cetak. Sedangkan secara luas tidak lain adalah daya yang bisa dimanfaatkan guna kepentingan proses belajar mengajar, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Menurut Dictionary of Instructional Technology (1986), any resources (people, instructional materials, instructional hardware, etc) which may be used bay a learner to bring about or facilitate learning.
Percival & Ellington (1988) mengatakan bahwa sumber belajar yang dipakai dalam pendidikan atau latihan adalah suatu system yang terdiri dari sekumpulan bahan atau situasi yang diciptakan dengan sengaja dan dibuat agar memungkinkan siswa belajar secara individual. Sumber belajar inilah yang disebut media pendidikan atau media instruksional. Untuk menjamin bahwa sumber belajar adalah sebagai sumber belajar yang cocok, harus memenuhi 3 peryaratan sebagai berikut:
a.harus dapat tersedia dengan cepat
b.harus dapat memungkinkan siswa untuk memacu diri sendiri
c.harus bersifat individual, misalnya harus dapat memenuhi berbagi kebutuhan para siswa dalam belajar mandiri.
Dorrel (1993), learning resources is the phrase that will be used to describe learning materials which includes videos, books, audio cassettes, CBT and IV programs, together with learning packages which combine any of these media. Menurut Seels & Richey (1994), sumber belajar adalah manifestasi fisik dari teknologi – perangkat keras, perangkat lunak dan bahan pembelajaran. Dapat dikategorikan dalam 4 jenis teknologi yaitu teknologi cetak, teknologi audiovisual, teknologi berazaskan komputer, dan teknologi terpadu.
-Teknologi cetak: cara untuk memproduksi atau menyampaikan bahan seperti buku-buku dan bahan-bahan visual yang statis, terutama melalui proses pencetakan mekanis atau fotografis.
-Teknologi Audiovisual : cara memproduksi dan menyampaikan bahan dengan menggunakan peralatan mekanis dan elektronis untuk menyampaikan pesan-pesan audio dan visual
-Teknologi berbasis komputer: cara-cara memproduksi dan menyampaikan bahan dengan menggunakan perangkat yang bersumber pada mikroprosesor.
-Teknologi terpadu: cara untuk memproduksi dan menyampaikan bahan dengan memadukan beberapa jenis media yang dikendalikan komputer

C.Jenis-Jenis Sumber Belajar
Komponen-komponen sumber belajar yang digunakan di dalam kegiatan belajar mengajar dilihat dari keberadaan sumber belajar yang digunakan dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu:
Sumber belajar yang sengaja direncanakan dan sumber belajar yang tidak direncanakan tetapi dapat dimanfaatkan.
1.Sumber belajar yang sengaja direncanakan (by design) yaitu semua sumber yang secara khusus telah dikembangkan sebagai komponen sistem instruksional untuk memberikan fasilitas belajar yang terarah dan bersifat formal.
2.Sumber belajar karena dimanfaatkan (by utilization) atau sumber belajar yang tidak direncanakan yaitu sumber belajar yang tidak secara khusus didesign untuk keperluan pembelajaran namun dapat ditemukan, diaplikasikan dan digunakan untuk keperluan belajar. Sumber belajar yang tidak direncanakan pada dasarnya tidak direncanakan dalam kegiatan pendidikan namun karena keadaan dimungkinkan dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan pendidikan maka keadaan atau situasi tersebut dapat dijadikan sebagai sumber belajar. Contoh Rumah Sakit pada awalnya hanya digunakan untuk kepentingan kesehatan suatu masyarakat, tetapi rumah sakit tersebut dapat digunakan sebagai sumber belajar apabila seseorang sedang membicarakan pokok bahasan tentang kesehatan.
Penggolongan sumber belajar menjadi dua bagian tersebut tidak mutlak. Masing-masing ahli dapat membagi berdasarkan pengetahuannya masing-masing. karyanya “The Definition of Educational Technology (1977) mengklasifikasikan sumber belajar menjadi 6 macam:
-Pesan (Message) ialah informasi yang diteruskan oleh komponen lain dalam bentuk ide atau gagasan, fakta, pengertian dan data.
-Manusia (people) ialah orang yang bertindak sebagai penyimpan informasi sangatlah tepat apabila dikatakan bahwa manusia adalah sumber dari segala sumber belajar.
-Bahan (materials) ialah perangkat lunak yang mengandung pesan disajikan kepada peserta didik dengan menggunakan perantara melalui alat/perangkat keras ataupun oleh dirinya sendiri.
-Peralatan (device) ialah peralatan yang digunakan untuk menyampaikan pesan yang tersimpan dalam bahan (materials).
-Teknik/metode (tecnique) yaitu prosedur atau alur yang dipersiapkan dalam mempergunakan bahan pelajaran, peralatan situasi dan orang untuk menyampaikan pesan. Contoh sumber belajar yang dirancang adalah ceramah, demonstrasi, tanya jawab dan sebagainya.
-Lingkungan (setting) yaitu situasi atau suasana sekitar di mana pesan disampaikan/ditransmisikan baik lingkungan fisik, ruang kelas, gedung sekolah, atau nonofisik.
Menurut Sudjana sumber belajar adalah sebagai berikut:
1.Sumber belajar tercetak, buku, majalah, brosur, koran, poster, denah, ensiklopedi, kamus dan lain-lain.
2.Sumber belajar noncetak, film, slide,video, model, audio, cassete, transparansi, realita obyek.
3.Sumber belajar yang berbentuk fasilitas: perpustakaan, ruangan belajar, lapangan olah raga.
4.Sumber belajar berupa kegiatan: wawancara, kerja kelompok, observasi, simulasi, permainan dan lain-lain.
5.Sumber belajar berupa lingkungan di masyarakat: taman, terminal, pasar, toko, pabrik, musium (Sudjana dan Rivai, (1989)
D. Tahap-Tahap Perkembangan Sumber Belajar
Eric Ashby (1977), seorang pemerhati pendidikan menjelaskan tahap-tahap perkembangan sumber belajar sebagai berikut:
-Sumber belajar pra-guru.
Tahap ini, sumber belajar utama adalah orang dalam lingkungan keluarga atau kelompok. Lahirnya guru sebagai sumber belajar utama. Pada tahap inilah cikal bakal adanya sekolah.
-Sumber belajar bentuk cetak.
Sumber belajar produk teknologi komunikasi. Sumber ini dikenal dengan istilah audio visual aids yaitu sumber belajar dari bahan audio (suara), visual (gambar), atau kombinasi dari keduanya dalam sebuah proses pembelajaran.
E. Hal-Hal yang Harus Diperhatikan ketika Memilih Sumber Belajar
Ada sejumlah pertimbangan yang harus diperhatikan, ketika akan memilih sumber belajar, yaitu:
1. Bersifat ekonomis dan praktis (kesesuaian antara hasil dan biaya).
2. Praktis dan sederhana artinya mudah dalam pengaturannya.
3. Fleksibel dan luwes, maksudnya tidak kaku dalam perencanaan sekaligus pelaksanaannya.
4. Sumber sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai dan waktu yang tersedia.
5. Sumber sesuai dengan taraf berpikir dan kemampuan siswa.
6. Guru memiliki kemampuan dan terampil dalam pengelolaannya.
E. Tahap-Tahap Perkembangan Sumber Belajar
Eric Ashby (1977), seorang pemerhati pendidikan menjelaskan tahap-tahap perkembangan sumber belajar sebagai berikut:
1. Sumber belajar pra-guru. Tahap ini, sumber belajar utama adalah orang dalam lingkungan keluarga atau kelompok.
2. Sumber belajar dengan guru sebagai pusat atau sumber belajar.
3. Sumber belajar dengan guru dan media
F. Manfaat Belajar Berbasis Aneka Sumber
Belajar berbasis aneka sumber memberikan berbagai keuntungan antara lain:
1. Selama pengumpulan informasi terjadi kegiatan berpikir yang kemudian akan menimbulkan pemahaman yang mendalam dalam belajar (McFarlane, 1992)
2. Mendorong terjadinya pemusatan perhatian terhadap topik sehingga membuat peserta didik menggali lebih banyak informasi dan menghasilkan hasil belajar yang lebih bermutu (Kulthan, 1993)
3. Meningkatkan ketrampilan berpikir seperti ketrampilan memecahkan Sejalan dengan perkembangan ilmu dan teknologi, sumber belajar semakin lama semakin bertambah banyak jenisnya, sehingga memungkinkan orang dapat belajar mandiri secara lebih baik.
Pergeseran dari era industri ke era informasi menuntut perubahan dalam berbagai bidang, termasuk pendidikan. Di era informasi, peserta didik setiap saat dihadapkan pada berbagai informasi dalam jumlah jauh lebih banyak dibandingkan pada masa-masa sebelumnya.
Informasi tersebut disebarkan melalui berbagai media baik cetak maupun elektronik, dari yang berteknologi sederhana sampai yang sudah canggih seperti penggunaan CD-ROM, internet dan sebagainya. Jika peserta didik tidak dipersiapkan untuk dapat memberi makna terhadap informasi, menciptakannya menjadi pengetahuan, menggunakan serta tertinggal. Begitu juga ditempat kerja, Rose & Nicholl (1997) mengemukakan bahwa pengetahuan meningkat dua kali lipat setiap dua atau tiga tahun dalam hampir setiap lapangan pekerjaan. Ini berarti bahwa pengetahuan yang kita miliki juga harus meningkat dua kali lipat setiap dua atau tiga tahun kalau ingin bertahan.
Daftar Pustaka
AECT (1977), Definisi Teknologi Pendidikan, Jakarta:Penerbit CV.Rajawali.
Ahmad Rohani (2004), Pengelolaan Pengajaran Edisi Revisi, Jakarta : PT. Rineka Cipta
Brown, Sally & Brenda Smith (1996), Resource-based Learning,London: Kogan Page Limited.
Dorrell, Julie (1993), Resource Based Learning, London: Mc.Graw-Hill Book Company.
Ellington, Henry & Duncan Harrris (1986), Dictionary of Instructional Technology, London: Kogan Page.
Percival, Fred & Henry Ellington (1988), Teknologi Pendidikan, Jakarta: Penerbit Erlangga
Rose, Collin & Malcolm Nicholl (1997), Accelerated Learning for the 21st Century, London: Judy Piathus.
Seels, Barbara B, & Rita C.Richey (1994), Teknologi Pembelajaran, Definisi dan Kawasannya,Jakarta: Unit Percetakan UNJ.
Syaiful Bahri Djamarah & Aswan Zain (2006), Strategi Belajar Mengajar, Jakarta : PT. Rineka Cipta