Senin, 14 Desember 2009

THEORY OF ORGANISATION OF LEARNING SITUATION ( TEORI TENTANG PENGORGANISASIAN SITUASI PEMBELAJARAN)

Oleh: Abdul Wahid, Hajriana, Masita, Siti Maulidah, Siti Rahmah



A. Pendahuluan

Pendidikan nasional akan berhasil mencapai tujuan pendidikan jika didukung oleh pelaksanaan pendidikan di lembaga pendidikan. Keberhasilan pelaksanaan pendidikan di sekolahpun didukung oleh komponen- komponen pendidikan yang saling terkait dan terpadu dalam kerja sama yang sistemik.
Salah satu komponen yang memiliki peran penting dalam proses pembelajaran adalah guru (pendidik). Peran guru dalam pembelajaran adalah memberikan bimbingan dan pelayanan pendidikan kepada siswa, baik bimbingan pengetahuan (transfer ilmu pengetahuan dan budaya), maupun bimbingan kepribadian (transfer nilai). Dengan demikian, guru bertanggung jawab menciptakan situasi/suasana yang memungkinkan terjadinya proses pembelajaran yang kondusif.
Kemampuan guru dalam mengorganisasikan situasi pembelajaran sering menjadi permasalahan, tidak jarang guru yang belum mampu mengelola situasi pembelajaran yang kondusif. Terkadang guru tidak mampu mempertahankan kondusifitas situasi pembelajaran yang awalnya sudah baik, namun di tengah pembelajaran perhatian siswa menjadi berkurang, siswa mulai melakukan aktifitas yang tidak sesuai dengan desain pembelajaran, dan lain sebagainya.
Dalam pengorganisasian situasi pembelajaran, guru juga perlu memahami konsep dan teknik pengelolaan kelas yang baik. Karena ruang kelas merupakan salah satu lingkungan pendidikan yang paling dekat dan paling sering dimanfaatkan siswa sebagai tempat belajar, di samping lingkungan belajar di sekolah dan lingkungan masyarakat.
Banyak hal penting yang perlu diperhatikan oleh guru untuk mengorganisasikan situasi pembelajaran. Diantaranya konsep belajar mengajar yang efektif dan efesien, konsep pengorganisasian situasi pembelajaran, termasuk pengelolaan kelas.
Dalam tulisan ini, akan dipaparkan tentang bagaimana konsep belajar mengajar, dan pengorganisasian situasi pembelajaran. Tujuan penulisan makalah ini, yaitu untuk mengulas kembali tentang konsep belajar mengajar dan pengorganisasian situasi pembelajaran, sehingga guru mampu menciptakan situasi pembelajaran yang kondusif yang memungkinkan terciptanya proses pembelajaran yang efektif dan efesien.

B. Pembahasan

1. Teori belajar mengajar
Dalam pembelajaran terjadi proses belajar dan mengajar yang melibatkan guru dan siswa yang saling berinteraksi. Keduanya merupakan subjek pembelajaran yang saling memberi, mengisi, dan memotivasi sehingga tercipta pengalaman belajar bagi siswa dan guru.
a. Teori belajar
Belajar merupakan kegiatan pokok dalam proses pendidikan di sekolah, pencapaian tujuan pendidikan tergantung pada proses belajar yang dialami oleh siswa. Menurut Slameto (2003: 2), belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.
Adapun ciri-ciri perubahan tingkah laku dalam pengertian di atas, yaitu; perubahan terjadi secara sadar, bersifat kontinu dan fungsional, siswa bersifat positif dan aktif, bukan bersifat sementara, bertujuan atau terarah, dan mencakup seluruh aspek tingkah laku. (Slameto, 2003: 3-4).
Sedangkan jenis-jenis belajar menurut Slameto (2003: 5-8), yakni; belajar bagian (part learning, practioned learning), belajar dengan wawasan (learning by insight), belajar diskriminatif (discriminatif learning), belajar global/keseluruhan (Global whole learning), belajar incidental (incidental learning), belajar instrumental (instrumental learning), belajar intensional (intentional learning), belajar laten (latent learning), belajar mental (mental learning), belajar produktif (productive learning), belajar verbal (verbal learning).
Teori-teori belajar banyak dikemukakan oleh para pakar pendidikan, di antaranya teori Gestalt, teori J. Bruner, teori Piaget, dan teori R. Gagne. Namun secara umum, Slameto (2003: 27-28) memberikan gambaran susunan prinsip-prinsip belajar yang dapat diterapkan dalam situasi dan kondisi yang berbeda, dan oleh setiap siswa secara individual. Prinsip-prinsip belajar tersebut sebagai berikut:
1) Berdasarkan prasyarat yang diperlukan untuk belajar, yakni:
a) dalam belajar setiap siswa harus diusahakan partisipasi aktif, meningkatkan minat dan membimbing untuk mencapai tujuan instruksional;
b) belajar harus dapat menimbulkan reinforcement dan motivasi yang kuat pada siswa untuk mencapai tujuan instruksional;
c) belajar perlu lingkungan yang menantang dimana anak dapat mengembangkan kemampuannya bereksplorasi dan belajar dengan efektif;
d) belajar perlu ada interaksi siswa dengan lingkungannya.
2) Sesuai hakikat belajar, yakni;
a) belajar itu proses kontinyu, maka harus tahap demi tahap menurut perkembangannya;
b) belajar adalah proses organisasi, adaptasi, eksplorasi dan discovery;
c) belajar adalah proses kontinguitas (hubungan antara pengertian yang satu dengan pengertian yang lain) sehingga mendapatkan pengertian yang diharapkan.stimulus yang diberikan menimbulkan response yang diharapkan.
3) Sesuai materi/bahan yang harus dipelajari, yakni;
a) belajar bersifat keseluruhan dan materi itu harus memiliki struktur, penyajian yang sederhana, sehingga siswa mudah menangkap pengertiannya;
b) belajar harus dapat mengembangkan kemampuan tertentu sesuai dengan tujuan instruksional yang harus dicapainya.
4) Syarat keberhasilan belajar, yakni;
a) belajar memerlukan sarana yang cukup, sehingga siswa dapat belajar dengan tenang;
b) repetisi, dalam proses belajar perlu ulangan berkali-kali agar pengertian/keterampilan/sikap itu mendalam pada siswa.

b. Teori mengajar
Mengajar merupakan salah satu kegiatan dalam proses pembelajaran. Menurut J. Mursell dan S. Nasution (2006: 8-9) bahwa mengajar adalah mengorganisasikan hal-hal yang berhubungan dengan belajar dapat dilihat pada segala macam situasi mengajar, yang baik maupun yang buruk. Selain itu, mengajar juga dapat dipandang sebagai menciptakan situasi dimana diharapkan anak-anak akan belajar dengan efektif. Dapat pula mengajar dipandang sebagai menyusun sejumlah kegiatan-kegiatan dalam hidup sekelompok manusia yang belajar.
Slameto (2003: h. 35-39), menjelaskan bahwa ada beberapa prinsip mengajar yang perlu diperhatikan oleh seorang guru. Ada dua pendapat tentang prinsip- prinsip mengajar yang akan diuraikan sebagai berikut:
Pedapat yang pertama menyebutkan sepuluh prinsip mengajar, sebagai berikut:
1) Perhatian. Di dalam mengajar guru harus dapat membangkitkan perhatian siswa kepada pelajaran yang diberikan oleh guru.
2) Aktivitas. Dalam proses belajar mengajar, guru perlu menimbulkan aktivitas siswa dalam berfikir maupun berbuat.
3) Appersepsi. Setiap guru dalam mengajar perlu menghubungkan pelajaran yang akan diberikan dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa, ataupun pengalamannya.
4) Peragaan. Waktu guru mengajar di depan kelas, harus berusaha menunjukkan benda-benda yang asli. Bila mengalami kesukaran boleh menunjukkan model, gambar, benda tiruan, atau menggunakan media lainnya seperti radio, tape recorder, TV dan lain sebagainya.
5) Repetisi. Bila guru menjelaskan sesuatu unit pelajaran, itu perlu diulang-ulang.
6) Korelasi. Guru dalam mengajar wajib memperrhatikan dan memikirkan hubungan antar setiap mata pelajaran.
7) Konsentrasi. Hubungan antar mata pelajaran dapat diperluas, mungkin dapat dipusatkan kepada salah satu pusat minat, sehingga siswa memperoleh pengetahuan secara luas dan mendalam.
8) Sosialisasi. Dalam perkembangannya siswa perlu bergaul dengan teman lainnya.
9) Individualisasi. Guru harus menyelidiki dan mendalami perbedaan siswa (secara individual), agar dapat melayani pendidikan yang sesuai dengan perbedaannya itu.
10) Evaluasi. Guru harus memiliki pengertian evaluasi, mendalami tujuan dan kegunaan evaluasi, mengenal fungsi evaluasi dan macam-macam bentuk dan prosedur penilaian.

Pendapat yang kedua dikemukakan oleh Mursel, bahwa terdapat enam prinsip mengajar yang perlu diperhatikan oleh seorang guru, sebagai berikut:
1) Konteks. Dalam belajar sebagian besar tergantung pada konteks belajar itu sendiri. Situasi problematik yang mencakup tugas untuk belajar hendaknya dinyatakan dalam kerangka konteks, yang dianggap penting dan memaksa bagi pelajar dan yang melibatkan dia menjadi peserta yang aktif, justru karena tujuannya sendiri.
2) Fokus. Dalam proses belajar perlu diorganisasikan bahan yang penting artinya belajar yang penuh makna dan efektif harus diorganisasikan di suatu fokus .
3) Sosialisasi. Dalam proses belajar siswa melatih bekerja sama dalam kelompok berdiskusi.
4) Individualisasi. Dalam mengorganisasi belajar mengajar, guru memperhatikan taraf kesanggupan siswa dan merangsangnya untuk menentukan bagi dirinya sendiri apa yang dapat dilakukan sebaik-baiknya.
5) Sequence. Belajar sebagai gejala tersendiri dan hendaknya diorganisasikannya dengan tepat berdasarkan prinsip konteks, fokalisasi, sosialisasi dan individualisasi.
6) Evaluasi. Dilaksanakan untuk meneliti hasil dan proses belajar siswa untuk mengetahui kesulitan-kesulitan yang mlekat pada proses belajar itu.

Dari dua pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa guru dalam melaksanakan tugas mengajar perlu memperhatikan prinsip yang berkaitan dengan pengembangan individu dan sosial siswa, mengorganisasi dan menciptakan situasi pembelajaran yang menarik perhatian siswa, sesuai dengan konteks, dan terdapat korelasi antar mata pelajaran, serta memperhatikan teknik pembelajaran dengan melakukan proses repetisi (pengulangan) dan memusatkan perhatian siswa (fokus) pada satu materi atau pusat minat.

2. Pengorganisasian situasi pembelajaran
Pembelajaran merupakan kegiatan yang di dalamnya terjadi proses belajar dan mengajar yang melibatkan guru, siswa, dan sumber belajar lainnya. Menurut Sudarsono Sudirdjo dan Eveline Siregar dalam tulisannya yang berjudul “Media Belajar Sebagai Pilihan dalam Strategi Pembelajaran” (Dewi Salma Prawiradilaga dan Eveline Siregar, 2007: 4) bahwa pembelajaran adalah upaya menciptakan kondisi dengan sengaja agar tujuan pembelajaran dapat dipermudah (facilated) pencapaiannya.
Dari pengertian di atas, dapat dipahami bahwa salah satu tugas guru dalam proses pembelajaran adalah mengorganisasikan situasi pembelajaran. Hal ini juga dikemukakan Hamzah B. Uno dalam Martinis Yamin dan Maisah (2009: 135) bahwa salah satu dari tiga strategi yang perlu diperhatikan oleh guru dalam pembelajaran adalah pengorganisasian pembelajaran. Untuk itulah guru dapat disebut sebagai organisator pembelajaran.
Berkaitan dengan tugas guru sebagai organisator situasi pembelajaran, Slameto (2003: 74-76) mengemukakan bahwa dalam pembelajaran, ada dua kondisi (situasi) yang perlu diperhatikan oleh seorang guru, yaitu:
a. Kondisi internal, yaitu kondisi (situasi) yang ada di dalam diri siswa itu sendiri, misalnya kesehatannya, kemanannya, ketentramannya, dan sebagainya. Menurut Maslow, ada tujuh (7) kebutuhan primer manusia yang harus dipenuhi, yaitu; 1) kebutuhan fisiologis, 2) kebutuhan akan keamanan, 3) kebutuhan akan kebersamaan dan cinta, 4) kebutuhan akan status, 5) kebutuhan self-actualisation, 6) kebutuhan untuk mengetahui dan mengerti, 7) kebutuhan estetik (kebutuhan akan keteraturan, keseimbangan, dan kelengkapan dari suatu tindakan).
b. Kondisi eksternal, yaitu kondisi (situasi) yang ada di luar diri pribadi manusia, umpamanya kebersihan rumah, penerangan, serta keadaan lingkungan fisik yang lain.

Kedua kondisi (situasi) inilah yang harus diperhatikan dan diorganisasikan guru dalam proses pembelajaran, agar pembelajaran menjadi bermakna, memberikan pengalaman belajar bagi siswa dengan suasana pembelajaran yang menyenangkan serta sesuai dengan kebutuhan dan motivasi siswa.
Proses pengorganisasian situasi pembelajaran tidak terlepas dari tugas guru dalam menciptakan situasi kelas untuk belajar dan membimbing siswa untuk saling belajar membelajarkan serta membawa dampak lahirnya masukan bagi guru. Hal tersebut dapat diwujudkan dengan pengelolaan kelas yang baik, karena di kelaslah akan terjadi proses organisasi pembelajaran.
Pupuh Fathurrahman dan M. Sobry Sutikno (2007: 105) mengemukakan bahwa pengelolaan kelas merupakan suatu kegiatan yang mewujudkan sistem perencanaan pengajaran dalam setting pembelajaran nyata, dengan evaluasi yang terkontrol secara sistematik dan memberi timbal balik secara langsung. Menurutnya cirri-ciri pengelolaan kelas yakni terjadinya intensitas interaksi antara guru-murid, murid-guru, murid-murid, murid dengan dirinya sendiri, guru dengan jati diri profesinya dan murid-guru dengan komponen belajar lainnya.
Melalui proses pengelolaan kelas, maka akan tercipta kelas dengan karakter sebagai berikut:
a. Speed, artinya anak dapat belajar dalam percepatan proses dan progress, sehingga membutuhkan waktu yang relative singkat.
b. Simple, artinya organisasi kelas dan materi menjadi sederhana, mudah dicerna dan situasi kelas kondusif
c. Self-confidence, artinya anak dapat belajar dengan penuh rasa percaya diri atau menganggap dirinya mampu mengikuti pelajaran dan belajar berprestasi.

Bobbi dePorter dkk. (Pupuh Fathurrahman dan M. Sobry Sutikno, 2007: 106-107) menawarkan beberapa modalitas dalam resep pengelolaan pembelajaran pembelajaran, antara lain:
a. Dari dunia mereka ke dunia kita
Prinsip menjembatani jurang antara siswa dan guru akan memudahkan guru membangun jalinan komunikasi yang baik, menyelesaikan bahan pelajaran lebih cepat, membuat hasil belajar lebih melekat dan memastikan terjadinya pengalihan pengetahuan.
b. Cermati Modalitas V-A-K
Visual modalitas mengakses cara visual yang diciptakan maupun diingatkan. CD Auditorial mengakses segala jenis bunyi dan kata yang diciptakan dan diingatkan. Dan Kinestetik mengakses segala jenis gerak dan emosi yang diciptakan dan diingatkan.
c. Model kesuksesan dari sudut pandang perancang
Guru selalu mengolah secara cermat rencana pengajaran untuk mempersiapkan siswa belajar dengan penuh kehangatan dan antusias.
d. Pertemukan kecerdasan berganda
Prestasi belajar merupakan harmoni dari berbagai kecerdasan, bukan satu kecerdasan, misalnya kecerdasan emosional (EQ), kecerdasan kreativitas (CQ), dan kecerdasan spiritual (SQ).



e. Penggunaan metafora, perumpamaan, dan sugesti
Metafora dapat menghidupkan konsep-konsep yang dapat terlupakan dan memunculkannya ke dalam otak secara mudah dan cepat dengan asosiasi. Sugesti memberi bayangan yang mudah diingat.

Sementara itu, keterampilan mengelola kelas sangat berkaitan dengan usaha guru untuk mempertahankan kondisi kelas dan mengembangkan iklim kelas. Thomas Gordon (Pupuh Fathurrahman dan M. Sobry Sutikno, 2007: 106-107) memberikan resep mempertahankan kondisi kelas yang baik, yakni; 1) Keterbukaan dan transparan, sehingga memungkinkan terjadinya keterusterangan dan kejujuran siswa dalam pembelajaran; 2) Penuh perhatian, sehingga setiap pihak mengetahui bahwa dirinya dihargai oleh pihak lain; 3) Saling ketergantungan; 4) Keterpisahan, untuk membuka kemungkinan tumbuhnya keunikan, kreativitas dan individualitas masing-masing; 5) Pemenuhan kebutuhan bersama sehingga tidak ada pihak yang merasa dikorbankan untuk memenuhi kepentingan pihak lain.
Jadi pada dasarnya, pengelolaan kelas merupakan upaya penciptaan situasi dan kondisi kelas yang memungkinkan terjadinya proses pembelajaran yang optimal, sehingga mencapai tujuan pembelajaran yang efektif dan efesien.

3. Penataan ruang kelas untuk penciptaan situasi pembelajaran yang kondusif dan menyenangkan
Lingkungan belajar yang kondusif dan menyenangkan akan mendukung keberhasilan proses pembelajaran. Menurut Dhority yang dikutip oleh Bobbi dePorter dkk. (Pupuh Fathurrahman dan M. Sobry Sutikno, 2007: 109) melalui hasil penelitiannya menyebutkan bahwa lingkungan yang ditata secara bagus untuk mendukung belajar harus dilakukan. Ia berkata “Belajar itu segar, hidup penuh semangat atau datang dan jelajahi”.
Hal-hal penting untuk diperhatikan dalam penataan ruang kelas antara lain:
a. Bangku dan meja belajar
b. Pas bunga
c. Hiasan dinding (gambar, jam dinding, mading kelas)
d. Musik
e. Rak buku
Selain dari lingkungan kelas di atas, pengelolaan pembelajaran juga mencakup pengelolaan lingkungan belajar (latar) di luar kelas, seperti pemanfaatan halaman sekolah, kantin sekolah, taman, mushallah/masjid sekolah, dan sebagainya, kemudian pemanfaatan lingkungan masyarakat sebagai sumber belajar, misalnya kebun binatang dan tempat umum lainnya.

C. Penutup
Keberhasilan proses pembelajaran tergantung pada peran seorang guru dalam menciptakan situasi yang memungkinkan siswa dapat belajar dengan efektif. Situasi pembelajaran dapat diorganisasikan dengan memahami dan menerapkan teori-teori belajar dan mengajar, serta memahami konsep dan teknik mengelola kelas yang kondusif dan menyenangkan.


DAFTAR PUSTAKA

Fathurrahman, Pupuh dan Sobry Sutikno. 2007. Strategi Belajar Mengajar; Melalui Penanaman Konsep Umum dan Konsep Islami. Bandung: PT. Refika Aditama

Mursell, J. dan S. Nasution. 2006. Mengajar dengan Sukses (Successful Teaching). Jakarta: Bumi Aksara

Prawiradilaga, Dewi Salma dan Eveline Siregar. 2007. Mozaik Teknologi Pendidikan. Jakarta: Kencana

Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: PT. Rineka Cipta

Yamin, Martinis dan Maisah. 2009. Manajemen Pembelajaran Kelas; Strategi Meningkatkan Mutu Pembelajaran. Jakarta: Gaung Persada


Tidak ada komentar: